SIASAT TAJAM JURNALIS
"Off The Record" dan Tantangannya
Senin, 05/08/2019 - 18:28:51 WIB
"Off the record" kadang membuat serba salah, tetapi off the record bukan akhir kata dari kamus jurnalis. Nalar dan siasat tajam jurnallis menjadikan off the record tempat berpijak untuk menggali informasi lebih dalam.
Dalam perkembangan media online dan semangat adu cepat penyebaran informasi, akhir - akhir ini sering sekali profesi wartawan tercedera oleh ego oknum jurnalis yang mengabaikan hak nara sumber dengan dalih " UU Pers No.40 tahun 1999" yang hanya diketahui sepenggal pada hal dalam undang - undang itu terdapat kode etik yang tidak bisa diabaikan.
Sangat disayangkan lagi kode etik jurnalistik tidak pernah dibaca apalagi dipahami, maklum semangat yang menggebu-gebu membutakan mata hati tentang hak dan kewajiban yang tertera dalam rambu-rambu kode etik jurnalistik. Hasilnya, hantam kromo, libas habis berimbas laporan polisi tuduhan pencemaran nama baik.
Sering sekali dalam temu pers ( konferensi pers-red) dan ditempat lain, seseorang narasumber dalam sesi wawancara mengajukan untuk tidak dipublikasikan dimedia.
Permintaan narasumber inilah sering sekali 'tercipta' beda pendapat dan pemahaman dengan para jurnalis. Kenapa, karena jurnalis yang khusus ditugaskan menggali informasi dari nara sumber itu harus bentrok dengan perintah liputan dari atasan ( redaktur-red) dan permintaan nara sumber dilapangan, belum lagi harus melawan derasnya informasi yang semakin tendesius ditengah masyarakat.
Dalam kode etik jurnalistik pasal 7 menyebutkan : Wartawan Indonesia memilki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaanya, menghargai katentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Pada penjelasannya "off the record" adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
Artinya, dalam penjelasan pasal 7 kode etik jurnalistik ini "off the record" tetap tidak boleh disiarkan atau diberitakan. Titik.
Off the record tetap dijunjung tinggi bukan berarti akhir kata bagi sang jurnalis untuk tidak mendalami informasi yang sedang jadi buah bibir ditengah masyarakat.
Seorang jurnalis tidak boleh menganut kata "puas" ketika mendapat informasi dan penjelasan dari narasumber yang berujung dengan permintaan off the record. Tetapi, jurnalis yang memiliki integritas menjadikan off the record sebagai jembatan baru masuk menyeberang ke informasi selanjutnya untuk menyelami lebih dalam hal-hal yang sedang terjadi dari sumber lain yang erat hubungannya dengan kasus yang sedang terjadi dengan tidak lagi menyeret-nyeret narasumber sebelumnya yang meminta "hak" off the record. ***
Ditulis oleh: David Leo Lase
(Pemred www.faktapost.com)
Telah dibaca sebanyak (4434) kali